Cerpen ' Nandya 2



CERPEN
NANDYA NAMANYA BAG II

      
Jangan menangis ‘Nak walau perutmu lapar! Kita memang orang miskin tapi kita jangan mati hari ini karena masih ada harapan untuk hari esok.”

                Aku terbangun dari tidur lelapku , aku menitihkan air mata -teringat pesan almarhumah ibuku.Ibuku telah setahun meninggalkanku-Tapi harum kasih sayangnya masih aku rasakan sampai saat ini. Umurku sekarang telah 35 tahun, aku sekarang seorang janda dan mempunyai seorang anak yang kuberi nama ‘Rajab. Nama itu kuberikan untuk mengenang kekasihku -yang sewaktu aku  kuliah telah aku tinggalkan -dengan kuberi luka dan rasa kekecewaan yang sangat mendalam.” Aku sungguh menyesal telah meninggalkannya.”

 Cerita yang paling sedih dalam kehidupan ini, Mungkin cerita hidupku. Cerita yang penuh dengan air mata dan cerita penuh luka. ‘ Ya… Tuhan mengapa ini terjadi ???”.Suamiku telah meninggalkanku dengan isterinya  yang baru. Dia sungguh kejam. Farid meninggalkanku ketika ‘Rajab masih dalam kandungan. Sungguh sedih rasanya, hampir tiap malam aku meneteskan air mata dan yang lebih menyakitkan lagi, dia pergi tanpa menitipkan harta sepeserpun bagiku dan anaknya. Rumah dia jual untuk kepuasan isteri barunya. Aku adalah salah seorang wanita yang menjadi korban kebejatan lelaki tapi aku sadar ketika aku menikah dengan Farid ,itu adalah pilihan buatku. Walaupun pernikahanku itu dilandaskan karena kami tidak mau jauh dari adat istiadat kami. Kalau mau jujur berkata dalam hati “Aku adalah korban adat.

                 Penyesalan kadang datang lagi terus-menerus, “ mengapa aku harus meninggalkan Rajab kekasihku waktu kuliah dulu???.” aku selalu mereka-reka harapan dan berdoa semoga aku dapat dipertemukan dengan dirinya kelak agar aku dapat meminta maaf yang sedalam-dalam. walaupun itu tak ada gunanya lagi dan takkan merubah apa-apa lagi. Aku yakin dia juga telah bahagia dengan pendamping hidupnya dan tidak seperti diriku merana dalam penyeasalan yang begitu panjang.
               
                Aku masih teringat ketika aku bersama Rajab. Aku selalu mencium tangannya ketika aku ingin pulang kerumah. Aku juga pernah menangis sepanjang malam ketika kulihat dirinya sakit keras. Dan yang paling romantis ketika aku duduk disebuah bangku Pedagang kaki Lima yang menjajakan es kelapa Kopyor. Aku dan dia asyik menikmati es kelapa itu dengan satu sedotan. Aduh..indahnya kenangan itu. Tapi segera kutersadar, wajahku mulai keriput.

                sore yang tenang diserambi rumahku yang mungil. Rumah yang telah kubeli dari hasil jerih payah menjadi Guru sekolah dasar Negeri. Baru tahun lalu aku terangkat menjadi pegawai negeri setelah menunggu tujuh belas tahun lamanya menjadi guru honor. “ mataku melirik kesana-kesini, kuperhatikan setiap sudut rumahku soalnya aku biasa lihat Koran didepan mejaku tapi kelihatannya Koran itu tak kelihatan. “Ah..mungkin si Rajab anakku yang menyembunyikannya, soalnya dia itu cukup nakal. Aku lalu menggerakkan kakiku menuju kamar Rajab. Kulirik sana-sini. “Oh itu Koran yang kucari ternyata ada diatas ranjang Rajab.” Kucoba membuka rubrik-rubrik Koran itu dan aku lihat ada rubrik yang berisi tentang adanya pameran buku dan bedah buku Novel di Mall MARI Mode pada hari senin. “Oh itu berarti besok acaranya dan kebetulan besok hari libur. Aku ingin kesana untuk hadir di bedah buku novel itu, soalnya aku juga tertarik dengan Novel.”awan segera bergumul menutup langit dan malam segera datang.”

                Pagi datang dengan cepat dan aku teringat tentang bedah buku novel itu. Segera kekamar mandi untuk mandi. Terpaksa Si Rajab anakku harus kutitipkan dulu di rumah tantenya Wani. Setelah aku berpakaian cukup rapi segera kumenuju tempat Bedah buku itu. Jam sepuluh pagi tepat, aku telah tiba ditempat itu dan duduk dikursi paling belakang. Aku belum melihat sipenulis buku itu. Aku lihat judul novelnya. Disitu tertulis judulnya “ Renungan Kerinduan.” aduh sepertinya novel itu bagus untuk dibaca. Itu mewakili hatiku sekarang yang rindu akan seseorang. Rindu akan si Rajab-sang kekasih yang telah jauh. Tapi seketika aku kaget-sesosok wajah yang penuh kharisma hadir didepan mataku, rambutnya yang pendek dan sedikit brewok. Kucoba menatapnya lebih dalam ‘astaga…astaga….astaga…apakah itu Rajab..!!! tubuh seketika dingin…bibirku terkunci erat-nurani ingin berteriak…aku rinduuu.
Ternyata penulis buku itu adalah Rajab. Sang kekasih yang telah lama kutinggalkan. Sang kekasih yang telah aku kecewakan, kulukai dan sekarang dia hadir didepan mataku- Ya Allah apakah itu sebuah pertanda yang baik -ataukah sebuah duka yang hadir kembali.

Si Rajab mulai berbicara tentang isi Novelnya. Dia berkata “aku persembahkan Novel ini buat Ibuku dan kekasih yang tak pernah terlupa.” Dia juga menceritakan bahwa isi Novel itu adalah sebuah cerita tentang seseorang yang sangat merindukan kekasihnya yang telah pergi dan meninggalkan dirinya dengan kekasih yang lain. Tak terasa sudah satu jam Si rajab menceritakan isi novel tersebut- aku sangat tertarik mendengarkan ceritanya- mungkin karena ceritanya hampir sama dengan kisah hidupku. Dan aku sempat berpikir bahwa cerita itu ditujukan buat aku. Tapi aku lalu tersadar- siapa sih diriku??. Aku hanya wanita yang pernah mengecewakannya dan tidak mungkin akulah wanita yang dia rindukan.si Rajab menghentikan ceritanya- itu karena acara bedah buku itu telah selasai. Semua orang bertempuk tangan dan berdecak kagum- akupun demikian. Tapi Si Rajab sedikitpun tidak pernah menoleh kepadaku- mungkin karena aku duduk paling di belakang sehingga tak terlihat olehnya. Sebenarnya aku ingin sekali mendekatinya dan memeluknya tapi rasa malu yang terlampau besar sehingga aku mengurungkan niatku. Tak terasa acara bedah buku itu telah selesai dan akupun bergegas meninggalkan tempat itu.

Sesampai dirumah-aku merebahkan tubuhku di ranjang. “aduh..aduh, Aku lupa?? Si Rajab anakku belum aku ambil dirumah tantenya.” Segera kupaksakan tubuh untuk bergerak dan segera kubergegas kerumah tantenya Rajab- yang rumah hanya ada sekitar tujuh rumah dari rumahku. Aku berdiri tepat didepan rumah Wani- tantenya Rajab. “ Rajab..Rajab? kumemannggil Anakku dengan suara lembut. Beberapa menit berlalu- Si Rajab muncul bersama tantenya. Dan lalu memanggilku “mama..mama”.
“ Makasih ya ‘Wan? Telah menjaga Rajab.” Kumenegur tantenya Rajab.
“ ya, tidak apa-apa kok kalau Rajab sering dititip-soalnya dia menyenangkan.” Sahut Wani.
“ kalau begitu aku kerumah, ya Wan?? Assalamu alaikum?”
“Iya , Walaikum mussalam”.
Walaupun Wani hanya sepupu yang garis hubungan keluargaku cukup jauh dengan dirinya tapi dia sudah seperti tante yang cukup baik buat Rajab.
                Sesampai dirumah- aku segera menidurkan si Rajab di ranjangnya, karena tadi waktu aku gendong dia tertidur. Beberapa menit kemudian. Lamunanku tersentak tertuju kembali ke Rajab mantan kekasihku. Dia telah berubah- raut wajahnya, senyumnya dan tutur katanya sungguh telah begitu berubah. Aku sungguh rindu padanya. Malam mulai datang begitu cepat.

“ kRiiiiinnng…kRing..????” bunyi telepon genggamku berbunyi.
                “ halo-halo, ini Nandya?
“ iya, benar. Siapakah ini? Soalnya nomor anda baru muncul ditelepon ini”.
“ Aku Rajab”
Aku tersentak kaget- tubuh serasa melayang dan serasa tidak percaya. Aku cubit pipiku beberapa kali. “apakah ini betul-betul nyata” sahutku dalam hati.
“ Apa..ini benarkah Rajab?” sahutku.
“Iya, benar aku Rajab. Aku melihat kamu waktu bedah buku itu. Dan aku dapat nomormu dari hasil registrasi waktu acara bedah buku itu.”
“ Oh begitu ya. aku pikir kamu tidak melirik aku sedikitpun?” balasku.
“ sebenarnya aku melihatmu dibedah buku itu waktu kamu masuk di Mall itu. Tapi karena aku malu menyapamu maka dari itu kuurungkan niatku. Sebenarnya saya ingin mengundangmu datang kerumahku bersama suamimu besok pagi. Maukah kamu berkenang untuk datang?”
“ emangnya acara apa? dan yang perlu kamu tahu, aku sudah berstatus janda.” Balasku dengan memelas.
“ oh begitu. Yang jelasnya kamu harus datang karena mungkin itu menjadi obat penawar rindu yang terakhir kalinya. Kalau begitu makasih ya. Assalamu alaikum?”
“ Walaikum mussalam.” Jawabku dengan riang.”
Aku masih tak percaya sesaat ketika aku menutup telepon itu. “Rajab telah menelponku dan mengundangku datang kerumahnya.” Sahutku dalam hati. Tapi seketika perasaan malu muncul dalam hatiku- teringat apa yang telah aku perbuat padanya. Tak terasa aku telah berada di peraduan- bantal yang cukup empuk membawaku terlelap.

                Dinginnya embun mulai hadir, sang fajar menampakkan batang hidungnya dan sinar telah menutupi serambi rumahku. Pagi telah datang bersama mimpiku yang telah bergegas pergi dan meninggalkan kenangannya. Aku teringat undangan Rajab. Tapi apa maksud dia mengatakan bahwa itu sebagai obat penawar rindu yang terakhir.Aku tersentak tersadar- aku harus membangunkan Rajab anakku untuk pergi sekolah. Setelah beberapa menit berlalu. Rajab anakku telah kuantarkan ke Sekolahnya- yang tidak jauh dari rumah. Dan sekarang aku sendiri dirumah. Aku memikirkan Undangan Rajab tapi “ Apa yang harus kukatakan kepadanya??? Dan aku pasti malu sekali.” Ucapku dalam hati. Setelah lama aku pikirkan-aku urungkan niatku untuk menemuinya karena aku tak tahan dengan rasa malu ini- walaupun sebenarnya aku sungguh rindu. Tak terasa aku telah tertidur dan gelappun datang menutupi siang.

                “ kuk..kruuuyup”. Bunyi ayam jantan telah membangunkanku. Pagi ini Nampak begitu kelam karena aku mimpi buruk tadi malam dan perasaanku di pagi ini sepertinya sangat tidak enak. Kuteringat kembali undangan Rajab kemarin yang tidak kuhiraukan. Tapi seketika aku menyalahkan diriku sendiri “ Mengapa aku tidak datang?? Dan mengapa aku terlalu munafik untuk mengatakan aku rindu.” Aku lalu berpikir panjang dan kuputuskan untuk kerumahnya Rajab walaupun Undangannya telah berlalu tapi aku harus datang untuk meminta maaf atas dosaku yang lalu dan mungkin hanya untuk melepaskan sedikit rindu. Aku lihat SMSnya- dia menulis alamatnya ‘ jalan Sultan Alauddin II.’  Tak begitu lama –aku telah siap walaupun dengan pakaian yang cukup sederhana.

                Setelah beberapa menit menempuh perjalanan dari rumah- sampailah aku di depan lorong rumahnya Rajab. Tapi aneh aku lihat banyak orang yang lalu-lalang dan sepertinya mereka terlihat murung. Suasana ditempat itu begitu tenang walaupun banyak orang yang kulihat. Tepat di depan rumahnya Rajab. “ Astagafirullah.”  Aku melihat bendera putih tepat di depan rumahnya Rajab. Aku coba meraba-raba pertanyaan dikepalaku.”pasti ada sanak keluaga Rajab yang meninggal.” Jawabku dalam hati.
Aku lalu masuk dengan tenang kerumah Rajab dan Kulihat Rajab terbaring- dia diselimuti sarung yang panjang- beberapa sanak saudara menangis tersedu-sedu. Rajab telah dipanggil yang kuasa. Rajab telah meninggal. Aku seketika mengeluarkan air mata dan sepertinya kepalaku begitu sakit- kulihat di sekelilingku begitu gelap- lalu aku merasa tak sadarkan diri. Beberapa jam kemudian- aku tersadar kembali. Aku lihat ayah dan ibunya Rajab menatapku iba dan memberikan selembar surat yang dititipkan Rajab buat diriku. Disitu tertulis sebuah Puisi,

                “ cinta aku menunggumu lama
                  Telah letih kaki menunggumu
                  Tapi….
                  Aku cukup tabah


                “ Aku sekarang telah dekat dengan maut
                   Mereka mulai berbicara tentang surga dan neraka
                   Tapi….
                  Kamu belum hadir Cinta

                “ kusungguh rindu Cinta
                   Begitu lama
                   Tapi….
                   Rinduku dipasung disudut yang paling jauh

                “ Maafkan aku Cinta
                  Takdir harus merenggutku
                 Dan…
                 Aku harus pergi


BY: HAJAD



               


               

               


Komentar

Postingan Populer